Jakarta sekarang yang terkenal dengan kota Metropolitan, sibuk, macet dimana-mana, tindak kriminalitas tinggi, panas, de el el...
Pokoknya sumpek banget rasanya, tapi orang-orang dari luar daerah banyak yang datang ke Jakarta untuk mengadu nasib. di Jakarta tidak mengenal kawan dan lawan, makanya jika berani mengadu nasib di Jakarta haruslah diri ini di subsidi dengan berbekal iman, taqwa, dan ilmu. karena semua pekerjaan standarisasinya adalah ketahanan mental serta ilmu, baik di dapat dari lingkungan formal maupun informal. kalau merasa tidak memiliki hal tersebut, wah mungkin sebaiknya jangan berani-berani datang ke Jakarta.
Masalahnya sekarang, selain dilihat dari kenyataan di atas, timbul masalah baru, seperti tingkat ekonomi yang berpengaruh pada gaya hidup dan tindak kejahatan. kebutuhan hidup di Jakarta tinggi sekali. ini pengalaman yang saya rasakan. waktu itu saya, bapak, ibu, kakek dan nenek saya hendak menyantap hidangan, tetapi keluarga saya selalu makan dengan tambahan kerupuk, maka dibelilah kerupuk, saya yang membeli, saya beli 4 kerupuk seharga 2000. kemudian kakek saya yang baru datang dari kampung bertanya "berapa harga krupuknya?", kemudian saya menjawab dengan santai "lima ratus, kek". tetapi beda dengan ekspresi yang ditunjukkan oleh kakek dan nenek saya. karena kalau di kampung saya, kerupuk itu murah sekali. itu hanya salah satu hal kecil yang bisa saya perbandingkan. untuk lain-lainnya, yaaaa masih banyak banget.
Nah, ironisnya saya pernah datang ke sebuah pusat perbelanjaan, saya baru pertama kali kesana, hanya sekedar mau nonton bioskop, tidak berniat untuk memperhatikan yang lain-lain. karena cuma nonton bioskop, saya datang agak siang, jadinya mol itu belum terlalu ramai. tetapi filmya laku banget saat itu, jadinya saya dapet tiket yang jam 7 malam. yah, berhubung udah terlanjur dateng, jadinya saya tetap mau nonton walaupun malam. waktu itu saya ga sendiri, berdua dengan teman.
waktu pun sudah akan menunjukkan pukul 7, setelah saya makan, saya diajak teman makan di luar mal, katanya harga makanannya mahal banget kalo disitu, yaaah berhubung saya kurang tau, akhirnya saya menuruti saja, toh saya juga ga bawa uang buanyak.
saya segera menuju ke XXI (bioskop), keadaan mal masih tidak jauh beda dengan keadaan sore hari. saya makan diluar mol dengan mengendarai motor, diboncengi teman. dari parkiran motor yang sangat-sangat jauh dari molnya, saya menuju ke dalam mol. tapi saya melihat parkiran mobil mengGILA,,, banyak banget mobil yang udah parkir, belum lagi yang baru dateng lagi nyari parkiran. belum lagi di luar macet, parkiran Valet (biasanya buat mobil-mobil yang mahal-mahal) pun penuh.
Gila deh!!
Film selesai pukul 9.30an, saya keluar bioskop dengan decakan "Ckckck...gini toh kalo malem-malem di mol xx". Kehidupan yang sangat retro, glamour, de el el. Mungkin kebiasaan mereka yang 'punya duit', mal itu bukannya makin sepi tapi makin rame banget, dengan lampu-lampu gemerlap di atasnya.
kemudian saya keluar dari mal menuju parkiran motor, sepanjang perjalanan saya cuma diam. sampai akhirnya saya minta diantar sampai di Pasar Minggu. dan DAMN it! saya seperti melihat dua dunia. sangat berbeda, kontras banget, dari apa yang sebelumnya saya lihat. saya ga tau apakah ini keadilan dan kesejahteraan yang diikrarkan dalam salah satu Point landasan negara kita. Karena saya merasa belum ada keadilan, yang ada hanya ketimpangan sosial yang mengakibatkan kecemburuan sosial, yang berujung pada tindak kejahatan.
Makanan di mol itu berlimpah dan dibuang-buang begitu saja, padahal harganya SELANGIT, alias mahal banget. sedangkan di Pasar itu saya melihat anak-anak kecil malam-malam berlarian ngamen, duduk dipinggir jalan sambil megang 'kecrekan' buat ngamen dengan badan kurus dan kulit terbakar agak hitam seperti terbakar matahari.
Mobil pribadi berserakan dimana-mana, membuat angkot-angkot yang hampir tidak layak pakai 'nge-TEM' (nunggu penumpang) yang membuat macet dan penumpangnya sedikit.
Inikah kenyataan hidup yang diinginkan???? tentu tidak kan?
Itu hanya sebagian kecil dari yang ada.
Biarkan hati Nurani kita berbicara, karena disitu kita akan menemukan solusinya.
Sabtu, 19 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar